Translate Language of :
Home: R.I silahkan lanjut Translate bahasa asing Anda Chinese Simplified Korean Japanese Russian English French German Arabic Spain Italian Dutch

BENCANA MANUSIA BENCANA ALAM



     Pagi itu jam butut dirumah Mbah Bejo menunjukkan pukul lima lewat tiga puluh empat menit, suasana diluar agak mendung, sebuah TV buatan Cina bekas Video Game yang dibelinya beberapa tahun silam dari Hotel Bismo, kelihatan ribut memberitakan gempa tak henti henti nya Berita Gempa. Mbah Bejo yang cukup kondang diwilayah Bandar Doho ini, lagi asyik metingkrang menikmati Telo Rebus dimeja yang taplaknya mirip lap pel pelan, juga tersaji sebuah Cangkir Blirik warna hijau bosok mbulak berisi kopi pait deplok'an Istrinya, didepan rumah sang istri setia lagi ngupas Telo rambat dan Kaspe yang akan digoreng dan di setorkan ke Warung Lesehan di Alun Alun Doho. " Mbah, kilo Telone, godok kan wae, Lengo larang, yo ben gak kolestrol"  kata sang istri yang juga diluaran dipanggil Mbah Bejo, sambil menambah Ketela rebus sarapan suami tercinta.

     Beberapa Anak seragam SD pada jongkok dan sluku batok, menonton TV sambil menunggu berangkat sekolah. Kumpulan Cucu Mbah Bejo ini menjadi Tanggungan Priya bermata tajam, dan masih membekas ditubuh nya yang dempal mirip Mantan Binarawan, anak anak itu cekikikan seolah tak mengerti apa berita di TV, Ibu anak anak ini sudah lama tak ada kabar, yang katanya jadi TKI melalui Makelar di Tulung Agung, Bapak nya juga raib ntah dimana, ada yang bilang di Kalimantan." Pak ne, Enak yo wong sak iki, dadi Teroris, Anak bojone, Mertuwo lan Bapak ibune, gak di apak apak no, Koncone malah pidato dek tv,  lha biyen tonggo di ciduk, kabeh sing disebut koncone podo ilang gak karuan kubure" kata Wanita Tua berambut Putih wajah keriput, matanya tinggal satu yang normal, Wanita ini dinikahi Mbah Bejo 50 tahun yang silam dan menghasilkan 12 anak bagi suami tercinta. " Hus, ojo kakean omong, Iso urip ngene wis Bejo, mangkane jenengku Bejo" jawab Sang Suami agak serius. " lhoo, aku iki kan ngomong Kasunyatan Pak ne, iku lho dek TV kan aku krungu dewe?, sala e sampean nukok ke TV" Kilah Mbah Putri asal Solo yang masa mudanya dipanggil Den Ayu ini dan sempat mengenyam pendidikan SGA,.

     Jam bergambar Masjit hasil pembelian dari Loak Pasar Sentono Betek menunjukkan pukul enam lewat sepuluh, Mbah Bejo Mengangkut Cucu Cucu tinggalan anaknya yang menghilang ini untuk diantarkan ke sekolah SD Inpres. Genteyong...Genteyong Kaki Rapuh tapi masih berotot ini mengayuh becak dengan Bensin Telo Godok menuju Tugas rutin. Ketika matahari meninggi Mbah Bejo mangkal di pertigaan Doho dan Klenteng bertemu sesama teman seperjuangan "Jadi Jaran doyan Sambel" {Istilah Prabu Joyoboyo Raja Kadiri untuk sebutan Abang Becak}, Kembali Berita Gempa dibahas " Wah uwong  podo tangisan ngenteni Pakuasi Mbah, Jumuk Mayite Angel, wah wah wah bener Mbah Ramalan sing dibahas Radio biyen, iku lho Janjine Sabdopalon.... Yaoh, Kediri Mandaro Slamet, kan wis di Ruwat?" kata seorang bertopi Laken ala Coboy , mengenakan Jin komprang sedengkul Import tapi bekas yang juga Club inti "Jaran mangan Sambel. Kadiri" Seorang lagi ikut nimbrung " Waduh, Iku durung sepiro korbane sek Puluhan, Kene biyen swidak Limo malah Mayet iku Atusan Ewu dek Kali kuwi" kata Mbah kurus sambil menoleh arah Kali Brantas, arah Klenteng. Obrolan bubar ketika Dua Gadis Cina Langganan Mbah Bejo menghampiri " Mampir Bah De terus muleh Mbah" kembali... Genteyong...Genteyong...Embah bejo mengayuh becak kesayangan nya yang kadang dicemburui sang Istri karena di elus elus dan dilapi tiap hari. Tubuh Renta tapi tegar ini menghilang ditikungan Klenteng Kadiri. Memang Daerah Kadiri 1965 terjadi Penumpasan Besar-Besaran Ratusan ribu Orang entah berdosa atau tidak {Hanya Goyangan rumput yang tahu} di bunuh sampai bayinya. Berita Harian MEMO Kediri pernah memuat bersambung penggalian Kuburan Masal, wawancara saksi hidup dll, tentu arsip nya ada kalau mau tahu.[2002-2008] dulu tiap warung lesehan tak lepas para pengunjungnya disuguhi Memo yang hanya Rp.1000,- per Korannya, Ketika itu Seorang Priya Paruh baya sedang asik ngelesot ngobrol bersama Orang Orang Tua berjenggot mengenakan odeng mirip priya paruh baya itu hanya bedanya Udeng priya  itu Udeng Jadi.{Tinggal pakai tanpa harus di ubet ubet kan baru di ikat} entah apa yang dobrolkan, tiba tiba seorang Pemuda pengecer Koran menghampiri Priya Paruh baya itu sambil berkata " Yang kapan dimuat POSMO, tapi sudah lama" Priya yang dipanggil Yang ini pun menjawab "Yang bener mana buktinya, Orang gondrong seperti saya banyak lho, mungkin kamu kaliru" Sang Pengecer Koran berkata "Saya carikan di Agen.." sambil berlari pergi mencari POSMO.

     Pertemuan buyar ketika Pegawai Hotel Bismo milik cicit Tan Koen Swie penerbit "Sejarah Kadiri " datang dan berkata "Sang Prabu monggo di Dahar Brek Fas ipun.." dan jempolan Sang Pegawai dirahkan ke Hotel. Priya paruh baya yang di panggil sang Prabu berjalan mengikuti penjemput nya menuju Hotel. Seorang Pemuda Parlente Perkoper yang duduk sambil minum es Degan tak jauh dari mobil box nya bertanya kepada Mbah pakai Udeng yang baru diajak ngobrol Sang Prabu " Mbah siapa Orang itu tadi?" dijawab Mbah Udengan " Ow, sampean bukan orang Kediri ya? itu tadi Hyang Bhatoro Agung Suryo Wilatikto yang meruwat Kediri" kontan Priya Parlente itu mengejar dan menemui Sang Prabu di Hotel Bismo, Priya Parlente ini mengaku dari Sumenep Madura, Sang Prabu bercerita pernah di Sumenep tahun 1971 dan kenal sama Tante Yuli yang kala itu masih gadis umurnya 17 tahun, Ya ampun ternyata Priya Parlente ini cucunya Nenek Yuli teman Sang Prabu dikala muda. "Dunia memang selebar daun kelor" ada juga yang berkata "Dunia tak selebar daun kalor" mana yang benar?

My Blog List

Text Widget

Text Widget