Translate Language of :
Home: R.I silahkan lanjut Translate bahasa asing Anda Chinese Simplified Korean Japanese Russian English French German Arabic Spain Italian Dutch

MEMEBERI PENJELASAN TENTANG BUDAYA SENDIRI





Balai Desa Kebraon di Kecamatan Karang Pilang Yang terkenal Produksi Genteng nya sejak Jaman Belanda, juga sekarang Terkenal dengat Pusat Marinir TNI AL nya, suatu malam di tahun 1988 hiruk pikuk, Para Ketua: RT, RW, se Desa, Tokoh Masyarakat bergerombol ngambil ngambil makanan kecil, diantaranya Ketua Fraksi Golkar Drs. Matadjit, Sutikno Ketua RW dan Bpk. Ansor Ketua RT, ini khusus membawahi Punden Mbah Ireng juga Kepala Desa Letda Drs. Haryono dll. Acarapun dimulai, Camat, DDRD, Lurah dll duduk di mimbar Balai Desa termegah di Indonesia Waktu itu [Sumbangan Investor], Kepala Desa membuka suara sambil memegang Mik " Saya persilahkan Pak Suryo naik kemari.."  Yang dipanggil Pak Suryo adalalah Hyang Suryo Ketua Hindu, Budha dan Kepercayaan di Desa itu, Yang langsung naik mimbar dan duduk di kursi diapit Kepala Desa [kanan] dan Ketua Praksi Golkar Anggota DPRD [kiri], singkat cerita, Ternyata Rapat ini untuk Menjelaskan Punden Desa Mbah Ireng, Karna Ada yang mempermasalahkan, Karena tidak tahu siapa yang mempersalahkan, Hyang Suryo akhirnya menjelaskan Bahwa Beliau diangkat Rembuk Desa sebagai Ketua Agama Hindu, Budha dan Kepercayaan sekitar 80 an, Dan mengelola Punden Mbah Ireng, Bukan Masjit, dan dengan Kilat terbentuk Pendopo dan Candi model simbol  Kodam Brawijaya. Bahkan Kepala Desa pun ikut menurunkan Genting Pendopo Lama [dukumen foto masih ada] didampingi RM Tjokrohadiningrat Putra Jendral pertama di Indonesia dan Nama nya diabadikan nama Jalan di Surabaya, Ming Kiong [Pabrik Mobil Holden], Mbah Askandar dipanggil Kiyai oleh penduduk [ Kiya=Jalan  I=Kebenaran Bhs. Cina dialek Hokian] dll. " Beberapa hari yang lalu saya bertemu Gubernur Sularso di Patung Budha Rubuh Trawas, Beliau berkata Jangan Aparat Daerah menghambat pihak Swasta yang membangun Kebudayaan ini disiarkan TVRI"  imbuh Turunan XI Bhatara Daha ini. Yang terkanal dengan nama Eyang Suryo, Setelah di jelaskan Panjang lebar tentang Adat Leluhur yang kalau mati di bakar. Drs. Matajit selaku Anggota DPRD Kodya Surabaya, juga nimbrung menjelaskan Tanah makam sudah penuh, sampai Tumpang tindih, Penduduk dianjurkan kalau mati di Bakar sesuai Adat Zaman dulu, Pemerintah sudah membuat "Krematorium di Tandes," Sayapun biar Orang Islam kalau mati dibakar" demikian kata Pria Parlente mantan Ketua RW yang digantikan Sutikno dan duduk disebelahnya. Merayu penduduk tentang sulit soal kuburan di Surabaya, Ketika itu Kepolo Desa [ Pak POLO bukan Kepala desa/lurah] Sutiyo usul Agar Eyang Suryo membuat Pernyataan Tertulis bila Punden diperlukan Desa karna Punden tanah milik Desa, Pendopo Akan di Bongkar tidak apa-apa, Perlu dijelaskan Orang ini lah Yang membangun  Masjit depan Mbah Ireng. Kontan Drs. Letnan Haryono Kepala Desa marah, tapi tidak didepan umum, " Jangan mau bikin surat segala itu orang tidak ngerti hukum" bisik nya kepada Hyang Suryo. Yang hadir Seluruh Ketua RT/RW juga ngerti Budaya, Ternyata yang ngotak ngatik Punden hanya satu keluarga yang punya Menantu Drs. Iskak Muslik Kepala SMA Muhamadiah Wiyung dan malah Kenal baik Hyang Suryo waktu Wisuda di IKIP Surabaya.  Sama sama di DEKDIKBUD yang menaungi Kepercayaan, Drs, Iskak Muslik [rumahnya 1 km dari Mbah Ireng] Kepala Sekolah Hyang Suryo Pejabat HPK [Ketua/Pinisepuh Sanggar Suryo Kencono/Pura Wilatikta] Masalah selasai dan sampai sekarang Pendopo Mbah Ireng masih berdiri Tegak [ sekitarnya banyak makam, karena ledakan penduduk, serta Perumahan yang menjamur]. Peristiwa ini sangat berbeda dengan Kasus Penutupan Pura Majapahit Trowulan "Serupa Tapi tak Sama" kalau Trowulan juga ada Ketua Praksi PKB juga Anggota DPRD, Lurah dll justru ikut ambil bagian nutup padahal ada UU HAM 1999, Penutupan Pura Trowulan 2001 kejadian  Punden Mbah Ireng 1988 belum ada UU HAM, tapi dibela Aparat Yang masih ngerti Budaya, tidak terjadi Penyerbuan, hanya Candi model Brawijaya dicongkel Pratima Durga nya hilang. Inilah Akibat 1965 Banyak Orang dibunuh karena tidak ke Masjit, Pengetahuan budaya sendiri minim, Orang pada Ketakutan masuk Islam, dan tidak pernah diberi tahu Budaya Nusantara, hanya di cekok'i Budaya Arab, Berita Koran dan TV banyak Tokoh Kepercayaan di Panggil Aparat dan tokoh Islam untuk menjelaskan, sebelum dibubarkan, ini lagu Lama, Tokoh Kejawen ini di keroyok Ahli Arab di Gebuk Pelecehan Islam karena menyimpang dari Qur'an dan Hadist, Penjelasan hanya untuk Kedok saja, dan Pasti penjelasan itu dianggap SAMPAH [ di TVada Kepercayaan Banten Pimpinannya meninggalkan rapat, untung anak buahnya banyak dan Demo, tidak ada kabar lagi] Termasuk Hyang Suryo di Kecamatan Trowulan sampai serak menjelaskan [ menghormati Camat yang nyuru kan pejabat R.I, biar senang, akibat sudah tahu dari pengalaman] Apa hasilnya?] ya dianggap sampah oleh Karyono yang tahunya Adat, Budaya, Negara Arab 500 tahun yang lalu, lagi Perang sama Kristen, lha karena dianggap di Arab 500 tahun yang lalu Bangsa, Budaya, Adat sendiri diajak Perang, Gereja, Hotel, Pura, Bali akhirnya di BOM. Jadi peristiwa ini ditulis di beberkan agar Menjadi Sejarah, betapa Ironisnya Budaya/Leluhur sampai Punden Desa dipermasalahkan. [masih untung 1965 Punden Punden dihancurkan di tuduh Musrik] Akhirnya tambah Aneh Drs. Haryono sang Kepala Desa yang  Juara Tingkat Nasional gara gara  Mbah Ireng, mengadakan RUWAT  DESO MBAH IRENG, dengan Wayang Lakon "Semar [Sabdopalon] Nagih Janji" uang sumbangan Ruwatan Lebih, Kata Mbah Askandar dan dimasukkan Kas Desa. [Karena peristiwa ini bersifat umum disaksikan umum patutlah diketahui lebih umum untuk menambah wawasan umum, tentang Budaya Leluhur, Gusti Heker dan team 30-09-2009] *** "tulisan ini memperjelas Siapa Hyang Suryo yang ber Abiseka Sri Wilatikta Brahmaraja XI tentang Kiprah Beliau.***

My Blog List

Text Widget

Text Widget